Ayat - ayat Cinta (Habiburrahman El Shirazy)

Tak ada yang terlambat dalam membaca buku, itu pikiran yang terlintas di benak saya ketika mencoba untuk menulis sebuah coretan seperti ini tentang novel Ayat Ayat Cinta. Novel yang memang bukan kategori baru lagi, mungkin kebanyakan orang mengenal Ayat Ayat Cinta bukan dari novelnya, tapi dari filmnya yang sempat booming pada awal 2008 lalu. Padahal novelnya sendiri sudah beredar di pasaran sekitar 2005.
Yang jelas jangan berbangga diri merasa sudah mengenal betul dengan isi cerita dari Ayat Ayat Cinta kalau hanya berdasarkan menonton filmnya saja, sekalipun sudah menonton sebanyak 10x. Kenapa? Bukankah film dan novelnya sama saja? Secara garis besar iya, tapi kalau boleh saya katakan perbandingan cerita antara film dan novelnya adalah 40:60. Benar sekali, banyak scene-scene dalam novelnya yang tak sempat tertangkap di filmnya. Walaupun mungkin dianggap scene-scene kecil, tapi justru yang kecil-kecil itulah jika dikumpulkan bisa menjadi sesuatu pembeda dari novel Ayat Ayat Cinta dengan novel-novel yang lain.
Contoh simpel saja, sebuah scene ketika Fahri di sebuah trem, membantu sosok Aisha yang dimaki oleh pemuda Mesir hanya karena memberikan tempat duduknya untuk seorang perempuan tua bule berkebangsaan Amerika Serikat. Dalam versi filmnya, adegan itu digambarkan dengan sangat mudah dan singkat, perdebatan yang ada seperti sebegitu mudahnya. Padahal dalam novelnya, perdebatan di adegan itu sangat detil dan penuh dengan kata-kata pencerahan yang sudah sepatutnya untuk kita ketahui, baik sebagai muslim ataupun sebagai non muslim.
Bahkan novel karya Habiburrahman El Shirazy ini juga sempat mendapatkan penghargaan sebagai pemenang Pena Award sebagai Novel Terpuji Nasional 2005 dan pemenang Anugerah Penghargaan The Most Favourite Book 2005. Berangkat dari sinilah akhirnya berbagai pro dan kontra mengiringi perjalanan novel ini. Banyak yang tidak setuju dengan penghargaan itu, sebab tema poligami yang tercerita dalam novel ini dianggap bukanlah pesan moral yang terpuji. Pendapat ini diungkapkan terutama oleh para penganut feminisme. Mereka menganggap poligami tak pernah bisa menyamankan perempuan, justru sebaliknya.
Tapi tentu saja tak layak bila kita belum benar-benar membaca novel Ayat Ayat Cinta, poligami yang disiratkan dalam novel ini sungguh jauh dari pembohongan, penistaan maupun pelecehan pada perempuan yang biasa terjadi pada poligami pada umumnya. Bahkan poligami sendiri bukanlah sebuah solusi awal, melainkan sebuah pilihan terakhir yang sebisa mungkin tak dilakukan. Setidaknya itulah yang tergambar ketika membaca novel ini.
Apalagi di novel ini banyak sekali kata-kata surgawi yang sepertinya bisa menjadi pencerahan bagi kita semua, baik bergaul dengan sesama manusia, ataupun ketika bercinta bersama isteri/suami sebagai kekasih tercinta. Belum lagi ketika saya melihat diakhir halaman novel ini, tertulis setidaknya ada 9 buku yang menjadi referensi dari kata-kata yang tercerita di dalam novel ini. Saya sendiri jadi berpikir, seperti bukan novel saja, tapi layaknya membuat skripsi saja sampai didampingi dengan referensi seperti itu.


Share
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Tulis Komentar Jika Ini Bermanfaat